Selasa, 26 April 2016

MENELISIK KEWALIAN MBAH BROJO SETI SINGO BARANG, TOKOH ISLAM ASAL DUKUHSETI KAB. PATI



Jika berkunjung ke Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Anda pasti akan heran dengan ribuan hal ajaib di sana, selain puluhan tempat wisata alam, banyak juga wisata spiritual, salah satunya di bagian Pati Utara tepatnya di Desa Dukuhseti, Kecamatan Dukuhseti, Pati.

Dukuhseti terletak kurang lebih 36 km ke arah utara dari pusat kota Pati. Dukuhseti merupakan daerah dataran rendah dan berada di pesisir laut Jawa. Batas-batas kecamatan Dukuhseti yaitu sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Tayu, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Cluwak dan kecamatan Keling, Kabupaten Jepara.
Di desa ini terdapat puluhan wali dan makam sesepuh desa. Salah satu yang keramat dan disakralkan penduduk setempat adalah Mbah Brojo Seti Singo Barong. Menurut beberapa tokoh desa yang ditemui Islamcendekia.com, Mbah Brojo Seti Singo Barong adalah pendiri desa Dukuhseti. Nama “Dukuhseti” diambil dari “Brojo Seti”. Zaman dulu kantor kecamatan Dukuheti berada di perempatan Tanggul, Dukuhseti, namun dipindah oleh Belanda di desa Alasdowo pada saat itu.

Menurut Ngalimun, mantan Ketua GP Anshor dan juga sesepuh desa Dukuheti, Mbah Brojo Seti adalah wali berkulit hitam, pendiam dan suka angon menggembala sapi dan kambing. Konon, beliau berasal dari Kerajaan Mataram. Hingga saat ini, masyarakat Dukuhseti masih mengadakan peringatan hari wafatnya beliau yang bertepatan pada tanggal 12 Mulud/Rabi’ul Awal.

Mbah Brojo Seti Singo Barong merupakan wali yang diberi karamah oleh Allah Swt yang bisa merubah diri menjadi “singo” atau macan. Zaman dulu, di desa Dukuhseti ada siluman bernama “Ki Gedhe Tualang”. Menurut sesepuh desa Kiai Zabidi Thoyyib (alm), Ki Gedhe Tualang adalah siluman ular yang selalu mengganggu masyarakat ketika di sawah sebelah barat desa Dukuhseti. Siluman ini juga bisa menjadi batu miring (watu malang), sehingga masyarakat desa sekiat menyebut sawah tersebut “sawah tualang” yang diambil dari filosofi batu miring.

Kewalian Mbah Brojo Seti juga terlihat ketika mengusir Ki Gedhe Tualang yang berubah menjadi ular besar. Saat itu, Mbah Anggur (Syaik Hamim) murid Mbah Brojo Seti Singo Barong sedang menggembala sapi milik Mbah Brojo. Namun, Mbah Anggur melihat Ki Gedhe Tualang sedang ndemeni (menyukai) istri Mbah Brojo. Karena geram, akhirnya Mbah Anggur marah, namun Ki Gedhe Tualang justru menyembelih Mbah Anggur dengan menggoroknya di atas kayu jati yang kayunya saat ini berada di dalam makam Mbah Aggur tepatnya di hutan sebelah barat Desa Dukuhseti.

Setelah dibunuh, darah Mbah Anggur mengalir atau mbleber, sehingga sawah yang dilalui darah tersebut saat ini dinamakan “sawah sebleber” oleh masyarakat setempat. Setelah itu, kerbau yang digembala Mbah Anggur melaporkan kepada Mbah Brojo Seti bahwa istrinya disetubuhi Ki Gedhe Tualang dan Mbah Anggur dibunuh.

Mendengar hal itu, Mbah Brojo marah dan lapor kepada guru beliau yaitu KH Ahmad Mutamakkin Kajen, dan oleh gurunya Mbah Brojo diberi “dhuk” atau pecut dari pohon aren untuk melawan Ki Gedhe Tualang. Setelah kembali ke Dukuhseti dan bertemu Ki Gedhe Tualang, akhirnya mereka bertarung dengan sengit di sebuah kampung kecil dan terpencil di daerah persawahan Tualang.
Konon, setelah Ki Gedhe Tualang dan Mbah Brojo bertarung, mereka tidak pernah bertemu. Artinya, ketika dihadang di timur, Ki Gedhe Tualang berada di barat, ketika dihadang di barat, Ki Gedhe Tualang “njebol” (berada) di timur. Maka setelah tragedi itu, desa itu dinamakan “Njebolan” dari filosofi pertarungan Mbah Brojo Seti Singo Barong dengan Ki Gedhe Tualang.

Setelah itu, akhirnya Ki Gedhe Tualang kalah dengan disabetkan pecut pemberian KH Ahmad Mutamakkin  dan diseret untuk menghadap di Kajen. Namun sesampainya di sungai Ngagel, ternyata Ki Gedhe Tualang yang berubah wujud menjadi ular itu berhenti dan tidak bisa ditarik. Kemudian, Mbah Brojo Seti Singo Barong melaporkan hal itu kepada KH Ahmad Mutamakkin, namun disuruh membiarkannya sebagai jembatan warga. Konon, menurut masyarakat jembatan itu jika musim hujan menjadi ular dan memakan korban.

Demikian sekelumit cerita kewalian Mbah Brojo Seti Singo Barong pendiri desa Dukuhseti, Pati. Jika Anda ingin berkunjung ke Dukuhseti, Anda bisa naik bus dari Pati arah ke Tayu, kemudian naik angkot dan turun ke Dukuhseti.
Sumber: islamcendekia.com
thumbnail
Judul: MENELISIK KEWALIAN MBAH BROJO SETI SINGO BARANG, TOKOH ISLAM ASAL DUKUHSETI KAB. PATI
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait Sejarah Islam :

1 komentar:

 
Copyright © 2013. About - Sitemap - Contact - Privacy
Template Seo Elite oleh Bamz